Begitu banyak peristiwa yang tak
dapat kita duga dalam hidup ini. Begitu pula dengan Cinta. Cerita tentang Cinta
masih menjadi topik utama yang selalu diperbincangkan dikalangan kita. 1 kisah
yang diambil dari potongan episode kehidupan seorang sahabat, yang semoga,
insyaAlloh memberikan secuil manfaat dan dapat kita ambil ibroh dari kisah
tersebut…
Menjelang UN SMA beberapa tahun
silam, salah seorang sahabat –sebut saja namanya Elin- mengajakku pergi ke toko
buku Islami kecil yang berada di dekat SMA kami. Sapaan salam hangat
kakak-kakak para penjaga toko senantiasa menghiasi bibir-bibir mereka ketika
para tamu seperti kami datang. “Assalamu’alaikum…”. Yah, toko buku tersebut
sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi kami, karena sudah cukup sering kami
menyambangi toko ini untuk keperluan tugas observasi bahasa Indonesia ataupun
guna membeli herbal atau buku-buku bacaan sebagai makanan hati.
“Semuanya Rp 25.000.” Segera
sahabatku itu membayar beberapa buku saku yang ia beli dan sejurus kemudian
kami melenggang keluar dengan terlebih dulu mengucap terima kasih dan tentu
saja, salam. “Tata, liat kan ikhwan yang jadi kasir tadi?”, tanya sang sahabat.
“Meneketehe! Mana ku tekwan. Enggak liat apa tadi wajahku ku tundukkan bah bidadari
turun dari syurga hehehe… emang kenapa bu?”, jawabku sekenanya. Tete….p dengan ciri
khas lebay n gokilku. “Itu yang namanya k Ridwan!”, jelasnya penuh ekspresi. Ku
tangkap ada rona kebahagiaan dari raut wajahnya. Aku baru ingat, kalau beberapa
hari yang lalu ia sempat bercerita kepadaku bahwa ia yang sedang galau akan
pertanyaan, butuh jawaban dalam perspektif agama. Dan ia memutuskan melayangkan
SMS pertanyaan pada sebuah stasiun radio Islam lokal yang kebetulan sedang ia
dengarkan, dan tak lama kemudian sang penyiar sekaligus ustadz tersebut
menjawab pertanyaan sahabatku itu. Mendengar jawaban yang menyejukkan hati,
sahabatku ini ‘jatuh hati’ dan akhirnya ‘cinta’ terhadap penyiar radio
sekaligus ustadz pengajar bahasa Arab plus penjaga toko buku Islami yang
bernama k Ridwan tersebut. Dan kesempatan mampir ke toko buku tadi adalah kali
pertama Elin mengetahui sosok nyata sang penyiar. ASLI DAH, akhwat mana yang
tidak nyaman berada disamping ikhwan macam k Ridwan yang pembawaannya tenang,
wajahnya bercahaya, santun, penampilan sederhana, senyum tidak pernah lepas
dari bibirnya. Tidak heran kalau banyak akhwat, bahkan wanita biasa sekalipun
menaruh hati padanya.
Sahabat kami yang lain –sebut
saja namanya Arum-, jebolan pesantren putri plus aliyah yang lumayan tersohor
di tempat kami, datang dan memberitahukan kepada Elin dengan tutur kata yang
sangat sopan bahwasanya k Ridwan sedang proses ta’aruf dengan salah seorang
sahabat kami juga. Latifah, nama perempuan itu. Ia seorang akhwat, cantik, jilbaber,
anggota Rohis, putri seorang ustadz, memiliki sifat keibuan, hafidzah, lancar
berbahasa arab, supel, ‘merangkul’ dan segudang kelebihan lainnya yang dapat
terlihat secara jelas dan dapat kami rasakan apabila kami berinteraksi dengan ‘calon
istri’ k Ridwan ini disela-sela kegiatan Rohis atau sekedar sharing di
mushola sekolah. Pokoknya perfect banget dah untuk ukuran seorang
akhwat.
Jleb. Hati perempuan mana yang
tidak hancur mendengar kabar tersebut mampir ke kuping, terlebih mampir ke
kuping Elin, sahabat aku dan Arum. Latifah pun sudah tahu bahwa ada seorang
muslimah yang sedang dekat dan menaruh perhatian lebih pada calon suaminya itu.
Ia tahu dari penuturan k Ridwan sendiri padanya. Tapi, Alhamdulillah calon
istri k Ridwan tersebut tidak cemburu berlebihan ataupun cemburu buta. Karena
apa? Karena Latifah tahu, bahwa akan ada konsekuensi yang harus ia tanggung
apabila bersuamikan seorang pengajar, ustadz, seorang penyiar radio, plus
seorang penjaga toko. Mulai dari interaksi campur baur laki-laki dan perempuan
yang tidak bisa dihindari, ada beberapa atau bahkan akan banyak murid-murid,
jamaah, pendengar setia sang suami yang suka terhadap suaminya itu. Apakah kita
bisa melarang rasa suka yang tumbuh dihati orang lain? Tentu tidak akan bisa. Apakah
kita bisa memaksa rasa cinta yang hadir di jiwa wanita lain terhadap suami kita
itu musnah serta hilang? 1000% tidak akan bisa. Tidak mungkin ia mengekang sang
suami untuk tidak bersosialisasi dengan orang lain. Karena ia tahu bahwa
suaminya bukan milik ia seutuhnya. Suaminya milik Alloh, ia pun milik Alloh. Pertemuan
dengan belahan jiwanya pun itu kehendak Alloh, perpisahan pun bisa saja terjadi
apabila tidak ditakdirkan tuk bersatu, itu pun kehendakNya. Katanya yang
penting “saling jujur, saling percaya, saling menjaga kepercayaan, serta
komunikasi yang selalu dijaga.”, begitu katanya.
Sungguh Alloh yang punya rencana
dan rahasia. Mungkin orang yang tidak bisa menangkap hikmah dibalik peristiwa diatas
akan serta merta menjugde Alloh yang tidak-tidak. Tapi, Elin, sahabat
kami tersebut berbeda. Ia malah berterimakasih kepada Alloh karena lewatnya
lah, ia dapat lebih mencintaiNya... Lewat k Ridwanlah, Elin sang alumni MTS,
juara speech, jago bahasa Arab, sang jago debat, aktif pramuka juga anggota Rohis
ini dapat lebih menekuni agamanya. K Ridwan menjadi tempat bertanya akan agama.
K Ridwan telah dianggapnya seperti kakak sendiri. Karena campur tangan Alloh
lewat k Ridwanlah kini Elin lebih rajin sholat tahajud, tadarus dan seabreg
rutinitas ibadah lainnya yang bisa dibilang ketika belum mengenal sosok penyiar
radio tersebut, ibadahnya belang-bentong. Apabila Elin dapat meluapkan rasa
bahagia dihatinya itu, mungkin ia akan bertutur “Ta, aku mencintaiNya karena
aku mencintainya. Ia yang mengantarkanku mengenal Penciptaku lebih dekat… Karena
ia, aku makin mencintaiNya. Bukan masalah buatku karena cinta yang ku punya
bukanlah untuknya. Aku yakin, insyaAlloh Alloh akan menggantinya dengan
seseorang yang lebih istimewa disaat yang tepat. Toh aku pun g mau dicap
sebagai ‘perusak hubungan’ orang lain, dan bersikukuh menjadi pembeli yang
sama-sama menawar 1 barang dagangan yang sama dengan pembeli yang telah
terlebih dahulu deal menetapkan harga yang sesuai dengan si pedagang. Sudah
sewajarnyalah aku yang mundur”, jawabnya penuh teka-teki. Oia, kata-kata yang
ia ucap barusan adalah penganalogian yang ada dalam sebuah hadist Nabi salallahu’alaihi
wasallam berkenaan tentang etika meminang seseorang.
Setelah acara perpisahan SMA,
tahukah ada episode seru apa lagi, Sahabat? Selang beberapa waktu, k Ridwan
menikah dengan Latifah. Proses dari mulai ta’aruf sampai pada tahapan
pernikahan mereka begitu cepat, hanya butuh waktu 3 bulan, Subhanallah…
Sahabatku Elin menyempatkan hadir ke Walimatul ‘ursy mereka, ikut merasakan
kebahagiaan yang sama seperti apa yang dirasakan kedua mempelai. Alhamdulillah,
kini usia pernikahan Latifah dan k Ridwan telah memasuki tahun ke 5 dan telah dititipi
Alloh 2 jundi-jundi kecil nan lucu… (terakhir kami bertemu sih Latifah
baru punya 2 orang buah hati ^.^v)
Selang beberapa tahun setelah
pernikahan k Ridwan, Elin pun menikah dengan lelaki pilihan Alloh. Lelaki biasa
yang baik secara budi dan akhlaknya. Santun, pekerja keras walaupun bukan
seorang ikhwan sekaliber k Ridwan, bahkan bukan seorang ustadz seperti yang
diidam-idamkan Elin dahulu. Ketika ku tanya mengapa tidak mencari seorang ‘ikhwan’
untuk menjadi pendamping hidup? Dengan senyum ia menjawab, “Cukuplah laki-laki
yang ada iman dan taqwa dihatinya. Karena aku sadar, aku pun bukanlah seorang
akhwat.” Jawaban luar biasa! Jawaban yang lahir dari lubuk hati sahabatku yang
paling dalam. Kontras sekali dengan fenomena yang banyak terjadi pada zaman
sekarang. Akhwat akan mencari pendamping hidup seorang ikhwan tulen, ilmu
agamanya lebih tinggi dibanding sang akhwat. Berdalih bahwa jika mendapatkan
suami seorang ikhwan yang lebih dari segi agama, sang ikhwan akan bisaaaaaaa
membimbing sang akhwat, menuntun dalam masalah ibadah. Karena ‘arrijaalu
qowwamuuna ‘alannisa’. “Kan
dimana-mana suami yang ngebimbing istri, taaaaaa…,” jawaban macam ini yang
sering ku dengar dari mulut sahabat-sahabatku yang lain. Aku heran, mengapa
tidak ada –mungkin tidak banyak- akhwat-akhwat yang berani mencari pendamping
hidup yang minim akan ilmu? Sang istri
nanti yang membimbing sang suami dengan kelebihan ilmu yang si istri punya. Menjadi
guru bagi sang suami, seperti yang dicontohkan wanita tabi’in yang dikenal
mumpuni dalam ilmu periwayatan hadist yakni Fathimah binti Al Mundzir bin
Zubair bin Awwa.m yang menikah dengan Hisyam bin Urwah bin Zubair bin Awwam,
sepupunya. Fathimah lebih tua13 tahun daripada suaminya. Tidak hanya usianya
saja yang lebih tua, ilmu Fathimah pun lebih banyak. Karena itulah ia membagi
ilmunya kepada sang suami… dan ia adalah sebuah contoh nyata tentang kemuliaan
ilmu.
Sahabat, hal ini, hendaknya jadi
PR untuk kita semua…
Ada banyak ilmu yang ku dapat dari
potongan episode kehidupan para sahabatku…Elin dan juga Latifah. Mereka sama-sama
cantik luar biasa. Tidak hanya secara dzohir, akan tetapi kecantikan batin yang
mereka punya memancar, meneduhkan hati-hati kami yang rindu akan CahayaNya. Mereka,
mengajarkanku akan arti sebuah keikhlasan murni tanpa embel-embel suatu apapun,
mengajarkanku pula akan tawakkal alallah, mengajarkanku akan konaah…
rasa cukup yang mengembul dari dalam hati, karena Alloh semata…
Masih banyak hikmah serta
pelajaran yang tidak dapat ku pahami, karena keterbatasan ilmu yang dititipkan
Alloh padaku, sedang rahasia dan ilmuNya Yang Maha Luas, tidak akan pernah
dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia…
Wallahua’lam bisshowab.
Serpihan potongan episode
kehidupan